Kabupaten Bogor Kekurangan Juru Pelihara Cagar Budaya

Cibinong – Kabupaten Bogor disinyalir rawan kehilangan jati diri bangsa sebagai daerah yang masyarakatnya berbudaya dan memiliki peninggalan sejarah yang melimpah ruah .

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Bogor, Sobari menyampaikan, keterancaman hilangnya identitas sebagai daerah yang berbudaya disebabkan kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap peninggalan-peninggalan bersejarah seperti cagar budaya.

“Cagar Budaya ini memiliki nilai penting, makanya disebut cagar budaya, ya untuk kepentingan menjaga jati diri bangsa,” kata dia kepada wartawan, Selasa (27/9).

Kabupaten Bogor, kata dia, memiliki setidaknya 145 cagar budaya dan atau yang diduga cagar budaya, namun juru pelihara cagar budaya jauh lebih kecil daripada cagar budaya nya itu sendiri.

“Juru cagar budaya kita masih kurang, Tahun 2009 ada 35 naik terus hingga tahun 2019 menjadi 52 orang, namun ini turun kembali di tahun 2020-2021, cuman ada 35 orang saja. Jadi cagar budaya yang ada juru pelihara nya hanya 35 saja,” ucapnya.

Dia mengaku, juru pelihara cagar budaya setidaknya harus sama dengan jumlah cagar budaya yang dimiliki pemerintah daerah. “Meskipun ada cagar budaya yang seharusnya dijaga dua sampai tiga orang untuk perawatan, tapi ya minimal satu cagar budaya satu orang,” jelasnya.

Akibat kekurangan tersebut, kata dia, cagar budaya yang tidak tersentuh juru pelihara itu otomatis akan terbengkalai meski sudah terdaftar di Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor sebagai peninggalan sejarah yang bernilai di Kabupaten Bogor.

“Jadi keinginan kita yaitu menambah juru pelihara. Untungnya kita sedikit terselamatkan oleh Balai Cagar Budaya Banten (BCBB) yang menempatkan 8 juru cagar budaya di wilayah Kabupaten Bogor,
seperti di situs cibalay sudah ada 2, pasir angin ada 2 orang, ciaruteun 2 orang, Sukamakmur 2 orang,” paparnya.

Tidak hanya perawatan cagar budaya, pemanfaatan juru pelihara juga dianggap penting untuk menjaga cagar budaya dari kerusakan, kehilangan atau kecolongan seperti situs Batu Kuya beberapa tahun lalu yang kini sudah tiada di tanah Kabupaten Bogor.

“Kalau hilang ya resiko karena tidak ada juru pelihara nya. Kan tidak mungkin menyalahkan dinas saat hilang, karena dinas juga tidak mungkin menjaga situs satu persatu, pasti ada yang ditunjuk untuk menjaga merawat dan melestarikan,” ungkap Sobari yang juga pelaksana pada seksi Cagar Budaya dan Sejarah Disbudpar Kabupaten Bogor.

Selain dampak rawan kehilangan cagar budaya, kekurangan juru penjaga cagar budaya ini juga akan berpengaruh terhadap jati diri masyarakat kabupaten Bogor sebagai orang Sunda.

“Karena bagaimanapun, cagar budaya tidak akan terpisah dengan sejarah. Cagar budaya juga bisa dijadikan sebagai rujukan kesejarahan agar kelak generasi kita tidak hilang arah atas jati diri mereka,” paparnya.

Dan, lanjutnya, edukasi kepada pemuda dan masyarakat saat ini harus benar-benar digenjot oleh pemerintah daerah tentang pentingnya pelestarian kebudayaan, agar nantinya mereka tidak buta terhadap jati diri mereka sendiri sebagai bangsa Indonesia, orang Sunda yang memiliki nilai kebudayaan yang terus dilestarikan.

“Karena, banyak generasi muda kita saat ini tidak tahu silsilah, sejarah dan kebudayaan di kabupaten Bogor. Contoh yang dekat saja, seperti Bupati pertama siapa, berkantor dimana, dan bupati kedua siapa dan seterusnya. Saya yakin tidak banyak yang tahu,” ungkapnya

Oleh karenanya, sebelum api ketidakpedulian pemerintah daerah membakar seluruh kebudayaan dan sejarah di Kabupaten Bogor, ia mengingatkan pemerintah daerah untuk segera menyiramnya dengan air semangat untuk mengembalikan kembali Marwah dan nilai-nilai kebudayaan di Kabupaten Bogor.

“Nantinya kemudian diharapkan mampu membangkitkan kembali kecintaan masyarakat Kabupaten Bogor terhadap jati diri mereka sendiri sebagai ‘Urang Bogor’,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan