Memberatkan Masyarakat, HPPMI Minta Kebijakan BPJS Jadi Syarat Layanan Publik Dicabut

BOGOR – Ketua Dewan Pembina Himpunan Petani dan Peternak Milenial Indonesia (HPPMI), Muhamad Solikin mengkritik aturan yang menjadikan BPJS Kesehatan sebagai syarat untuk mengurus keperluan administrasi atau layanan publik. Mulai dari jual beli tanah, umrah dan haji, hingga mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), serta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Menurut dia, aturan itu bisa membebankan masyarakat, terutama di kalangan petani yang tentu tidak semua menjadi perserta BPJS.

“Menurut saya aturan yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022 itu memberatkan masyarakat, terutama bagi kalangan petani. Aturan ini juga sangat diskriminatif,” ujar Solikin, di Cibinong. Bogor, Rabu, (23/2).

Solikin menegaskan, hak untuk mendapatkan layanan publik merupakan hak semua warga negara Indonesia yang cukup dengan tercatat sebagai penduduk Indonesia. Menurut dia, Nomor Induk Kependudukan (NIK) sudah lebih dari cukup bagi warga negara untuk mendapatkan layanan publik sesuai dengan kebutuhannya. “Lagi pula apa kaitannya jual beli tanah, ngurus SIM dan STNK dengan kepesertaan BPJS,” katanya.

Kebijakan tersebut. lanjutnya, juga sangat diskriminatif karena penyelenggara jaminan kesehatan tidak hanya BPJS yang diselenggaran pemerintah melainkan ada juga produk asuransi yang diselenggarakan oleh pihak swasta. “Jadi kebijakan ini tidak memenuhi rasa keadilan dan membuat persaingan usaha asuransi kesehatan menjadi tidak sehat,” katanya.

Karena itu, Solikin meminta agar pemerintah mencabut aturan tersebut. Dia menegaskan syarat warga negara untuk mendapatkan hak publiknya cukup dengan memiliki Nomor Induk Kependudukan.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti berkilah kebijakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen memastikan seluruh lapisan masyarakat terlindungi jaminan kesehatan. Oleh sebab itu, pemerintah menginstruksikan 30 kementerian/lembaga tersebut untuk mensyaratkan JKN-KIS dalam berbagai keperluan. “Sekali lagi, bukan untuk mempersulit, melainkan untuk memberikan kepastian perlindungan jaminan kesehatan bagi masyarakat,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (22/2/2022).

Ia melanjutkan saat ini 86 persen penduduk Indonesia telah mendapat perlindungan jaminan kesehatan dengan menjadi peserta Program JKN-KIS. Cakupan kepesertaan ini termasuk penduduk miskin dan tidak mampu yang dibiayai oleh pemerintah sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Selain itu, Ghufron mengatakan para pensiunan ASN/TNI/POLRI secara otomatis sudah menjadi peserta JKN-KIS. Dia berharap di tahun 2024 sebanyak 98 persen masyarakat Indonesia bisa terlindungi JKN-KIS, sebagaimana Target Rencana Pembangunan Menengah Jangka Panjang (RPJMN). (*)

Tinggalkan Balasan