Rujukanmedia.com – Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto mengkritisi kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor yang menurutnya bergerak sangat lamban, bahkan cenderung mengalami kemunduran. Menurut Rudy, buruknya kinerja pemerintah menangani hal-hal teknis berdampak pada tersendatnya sejumlah program yang sudah dianggarkan pada APBD 2023.
“Pertama, yang berkaitan dengan administrasi. Kita ini semua sama-sama tahu, Kabupaten Bogor sejak awal 2022 dipimpin sama plt, maka ada kebijakan strategis yang prosedurnya harus lewat izin Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. Artinya, hal-hal yang berkaitan dengan administrasi harus dilakukan lebih awal karena pasti membutuhkan waktu,” katanya.
Persoalan administrasi yang tidak dilakukan di awal-awal tahun, lanjut Rudy, berdampak pada sejumlah program yang harusnya sudah bisa dilaksanakan menjadi tertunda. Contohnya, kata dia, pencairan Alokasi Dana Desa yang menjadi kewajiban pemerintah Kabupaten Bogor untuk menyalurkannya ke Rekening Kas Desa.
“Dan ini sudah mau masuk bulan keempat belum ada yang dicairkan. Alasannya karena belum ada izin dari Kemendagri,” kata Rudy
Politisi Partai Gerindra tersebut merasa yakin, Kemendagri tidak akan menjegal Pemkab Bogor mempercepat realisasi APBD untuk belanja wajib dan mengikat. Apalagi untuk realisasi ADD yang pada saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forkompimda se-Indonesia di Sentul, pada pertengahan Januari lalu menjadi atensi Presiden Joko Widodo yang disampaikan langsung kepada Menteri Dalam Negeri.
Persoalan utamanya, kata Rudy, karena Pemkab sendiri yang lamban menempuh proses administrasi sesuai ketentuan yang sudah jelas standar dan prosedurnya.
“Coba aja dicek surat ke Kemendagrinya diajukan tanggal dan bulan berapa,” kata dia.
Selain itu, belanja wajib lain berupa tambahan penghasilan pegawai (TPP) juga lambat dicairkan. Rudy mengatakan, TPP baru mulai serius diurus ketika sejumlah pegawai mengeluh tiga bulan tidak mendapat TPP. Itupun, TPP yang harusnya untuk tiga bulan baru dicairkan untuk satu bulan.
“Kasihan ASN dan juga aparatur desa yang melayani masyarakat. Mereka bekerja tapi sampai keringatnya kering belum dibayar. Ada 416 Desa, ada ribuan RT dan RW yang insentifnya belum dibayar, padahal mereka menghadapi momen bulan puasa dan sebentar lagi sudah mau lebaran,” katanya.
Karena lambannya mengurus hal yang bersifat teknis administrasi, realisasi pembangunan infrastruktur yang sudah dianggarkan pada APBD 2023 juga belum dilakukan. Menurut Rudy, saat ini banyak aduan masyarakat soal kondisi jalan rusak yang belum direspon apalagi diperbaiki.
“Kami di DPRD sudah sangat sering mengingatkan agar pembangunan dilakukan di awal tahun. Tujuannya agar bisa dikerjakan dengan baik tanpa terburu-buru dan juga masyarakat mendapat kemanfaatannya secara maksimal, baik itu hasil pembangunannya maupun perputaran uang APBD untuk menggerakan sektor ekonomi kita,” katanya
Nyatanya, hingga saat ini, Pemkab Bogor malah dipusingkan defisit APBD Tahun 2023 yang nilainya mencapai Rp 400 miliar. Rudy mengingatkan, saat APBD 2023 disetujui DPRD pada akhir 2022 lalu defisitnya sudah nol rupiah. Namun, Pemkab Bogor terlalu gegabah meluncurkan sejumlah proyek tahun anggaran 2022 ke awal tahun 2023.
Kondisi tersebut membuat perhitungan pendapatan APBD 2023 menjadi meleset. Defisit belanja yang disebut-sebut mencapai Rp400 miliar disebabkan karena anggaran SILPA APBD 2023 digunakan untuk membiayai luncuran proyek 2022 yang dikerjakan di tahun 2023.
Pemkab Bogor melakukan langkah perubahan parsial 1 untuk mencari solusi keuangan tersebut. Namun, Rudy merasa sangat tidak yakin defisit sebesar itu bisa teratasi dengan langkah yang diambil oleh Pemkab Bogor.
“Kami di DPRD sebagai mitra sejajar Pemerintah sudah menyampaikan rekomendasi-rekomendasi, tapi tidak ada yang dijalankan,” katanya.
Masalah lainnya soal RSUD Parung. Menurut Rudy, program pembangunan RSUD Parung pada tahun anggaran 2022 menelan biaya cukup besar. Tapi bangunan tersebut hanya difungsikan sebagai klinik. Pemerintah sama sekali belum menempuh proses untuk meningkatkan status klinik tersebut menjadi Rumah Sakit minimal tipe D.
“Itu target pembangunan di bidang kesehatan bunyinya terwujudnya RSUD Parung, bukan klinik,” katanya
DPRD, kata Rudy, sangat mendukung terwujudnya RSUD Parung yang menjadi salah satu target Pancakarsa, yakni Karsa Bogor Sehat. Apalagi keberadaan rumah sakit tersebut sudah lama diinginkan oleh masyarakat di Wilayah Parung dan sekitarnya.
“Kalau memang ada persoalan hukum dari proses pembangunan 2022, tidak bisa dijadikan alasan proses mewujudkan RSUD Parung berhenti. Minimal dengan waktu yang tersisa ditempuh landasan hukumnya, dibentuk Perdanya,” katanya.
Namun, hingga hari ini, lanjut Rudy, DPRD belum menerima pengajuan Raperda soal RSUD Parung dari eksekutif.
“Jangankan raperdanya, judulnya saja belum masuk, padahal itu program prioritas kepala daerah yang tahun ini menjadi tahun terakhir untuk dicapai,” tandasnya (*)