RUJUKANMEDIA.com – Wacana pembentukan koalisi besar dengan menggabungkan koalisi Indonesia Bersatu (Golkar, PAN, PPP) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Gerindra, PKB) mulai menemui batu sandungan. Musababnya, pembentukan koalisi besar atau Koalisi Kebangsaan yang diinisiasi Presiden Joko Widodo itu kesulitan untuk menentukan pasangan Capres-Cawapres yang akan diusung.
Selain itu, setelah mengikuti ‘arahan’ Jokowi, lima parpol yang sudah memberi sinyal terbentuknya koalisi besar masih menunggu bergabung atau tidaknya PDI Perjuangan. Partai pemenang pemilu dan pilpres 2019 itu, juga memastikan akan mengusung kadernya di Pilpres 2024.
Partai Golkar, yang menjagokan ketua umumnya, Airlangga Hartarto menolak PDIP masuk ke dalam Koalisi Besar jika tetap ngotot ingin kadernya menjadi calon presiden (capres) di Pilpres 2024. Bagi Golkar, masuknya PDIP akan membuat posisi mereka sulit menempatkan Airlangga sebagai capres maupun cawapres.
“Udah diputuskan secara tidak langsung Ibu Mega sudah ‘PDIP tetap mencalonkan kadernya’. Nah, kalau itu jangan masuk ke sini,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid, dikutip rasioo.id dari CNNIndonesia, Kamis 13 April 2023.
Nurdin mengatakan Koalisi Besar akan menjadi lebih susah menentukan capres jika PDIP bergabung. Menurutnya, beberapa partai sejauh ini telah menetapkan jagoan masing-masing untuk menjadi capres.
“PDIP kan sudah sepakat secara internal bahkan sudah diputuskan secara internal yang saya baca ya, mencalonkan kadernya, Golkar juga begitu telah memutuskan bahwa Airlangga,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nurdin menilai jika PDIP tak bergabung ke Koalisi Besar, akan menghadirkan lebih banyak pasangan capres dan cawapres. Kondisi ini baik bagi demokrasi.
“Itu akan menghadirkan tiga alternatif calon pemimpin dan ini mencerahkan demokrasi karena ada pilihan-pilihan yang bagus bagi rakyat,” katanya.
Dengan hanya gabungan KIB dan KIR, Koalisi besar memiliki dua kandidat capres yakni Prabowo Subianto dan Airlangga Hartarto. Wacana menduetkan Prabowo-Airlangga sebagai pasangan capres-cawapres juga mengganggu PKB yang ingin ketua umumnya, Muhaimin Iskandar menjadi cawapres mendampingi Prabowo.
Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bahkan terang-terangan menampik klaim dirinya sudah legowo apabila gagal diusung menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Prabowo di Pilpres 2024.
“Siapa bilang, hahahaha, siapa bilang, jangan ngarang ya,” kata Cak Imin.
Cak Imin mengatakan proses penunjukan capres dan cawapres dalam koalisi masih sangat cair dan terus dibahas. Ia pun enggan membocorkan progres penetapan capres dan cawapres dalam koalisi KIR itu.
Ia pun tak membeberkan lebih lanjut isi pertemuan perwakilan petinggi PKB dengan Partai Gerindra di kediaman Prabowo yang berlangsung selama kurang lebih 100 menit itu. Cak Imin hanya menyampaikan maksud pertemuan itu untuk membahas dinamika politik dan tukar informasi antara dua parpol.
“Rahasia,” kata dia.
Di sisi lain, Cak Imin sepakat dengan pembentukan Koalisi Besar lantaran menurutnya semakin banyak personel parpol dalam koalisi, maka semakin baik dinamika politik dalam menyambut kontestasi politik 2024 mendatang.
Adapun rencana pembentukan Koalisi Besar ini muncul usai pertemuan Presiden Joko Widodo bersama lima ketua umum parpol yakni dari PPP, Golkar, PAN, Gerindra, dan PKB.
“Semua menambah pasukan, menambah kekuatan lebih baik,” ujar Cak Imin. (*)