Jangan Hanya Jadi Penonton, Dewan Dorong Pemkab Jadi Investor Pembangunan Jalan Tol Khusus Tambang
CIBINONG – Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, Permadi Dalung mendorong Pemerintah Kabupaten Bogor menjadi investor dalam pembangunan jalan tol khusus truk tambang yang rencananya akan dibangun mulai Desember 2022. Permadi mengatakan, skema pembiayaan pembangunan yang dikerjasamakan antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pihak ketiga itu, membuka ruang bagi Pemkab Bogor untuk mendapat keuntungan dari bisnis jalan tol tersebut.
“Pembangunan jalan tol ini kan pembiayaannya dikerjasamakan dengan pihak ketiga, artinya Pemkab bisa investasi disana yang nantinya kita bisa mendapat keuntungan ketika tol khusus tambang itu sudah beroperasi,” ujar, Permadi, Jum’at (21/10/2022)
Permadi mengingatkan, pembangunan jalan khusus truk tambang merupakan aspirasi masyarakat untuk mengatasi konflik lalulintas antara armada tambang dengan kendaraan pribadi di wilayah Cigudeg, Parungpanjang, hingga Kecamatan Rumpin. Lalu, perencanaannya berkembang yang tadinya jalan tidak berbayar menjadi jalan tol khusus dan berbayar. Karena itu, menurut Permadi, Pemkab Bogor harus mengambil manfaat dari aspek bisnis operasional jalan tol tersebut.
“Jadi jangan sampai Pemkab Bogor hanya jadi penonton,” imbuhnya.
Soal bagaimana mekanisme investasi, Dalung meminta agar Pemkab Bogor secepatnya menyusun langkah yang diperlukan. Jika memang, BUMD yang dimilik Pemkab Bogor belum memungkinkan ambil bagian dari bisnis jasa sarana jalan tol, Pemkab Bogor bisa mengambil alternatif lain agar bisa masuk dalam konsorsium dan menggelontorkan investasi untuk pembangunan jalan tol khusus tambang tersebut.
“Caranya bagaimana, itu harus segera dicarikan solusinya. Yang penting, Pemkab Bogor harus punya saham disitu dan nantinya kita dapat menambah Penghasilan daerah dari keuntungan operasional jalan tol tersebut,” cetusnya.
Permadi menambahkan, pembangunan jalan tol khusus truk tambang itu diperkirakan akan menelan biaya Rp 500 miliar hingga Rp600 miliar. Jalan tol sepanjang 12,5 kilometer rencananya akan mulai dibangun pada Desember 2022 dan ditargetkan selesai pengerjaan selama satu tahun dan mulai beroperasi pada akhir 2023 mendatang.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor, Suryanto Putra mengatakan, jika tidak aral melintang peletakan batu pertama akan dimulai pada Desember tahun ini.
“Desember tahun ini mulai groundbreaking (peletakan batu pertama) oleh Pak Gubernur Ridwan Kamil rencananya,” ungkap Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor, Suryanto Putra.
Menurut dia, pembangunan jalan tol yang akan terhubung dengan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) III itu skema pelaksanaannya dikerjasamakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan pihak swasta.
Suryanto menyebutkan, tol khusus truk tambang ini didesain dengan memiliki banyak pintu masuk yang lokasinya dekat tempat pertambangan.
“Titiknya dari Cigudeg. Nanti ada lima pintu masuk mendekati lokasi tambang, sehingga mengurangi potensi truk-truk pengangkut tambang itu melintas di jalan umum,” kata Suryanto.
Setiap pintu masuk tol, katanya, akan digunakan untuk transporter beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Kabupaten Bogor.
“Di sana kan akan sekitar 30 izin usaha tambang. Jadi nanti masuk ke tol, tembus ke JORR III,” sambungnya.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono menerangkan, pembangunan jalan khusus angkutan tambang di Kabupaten Bogor, mesti dipercepat lantaran cadangan bahan tambang di Kabupaten Bogor, masih dapat digali hingga 50 tahun ke depan, khususnya di wilayah Kecamatan Cigudeg dan Rumpin.
Menurut Bambang, pembangunan jalan khusus tambang tidak menggunakan anggaran negara, melainkan menggandeng pihak swasta. Termasuk pengadaan lahan melibatkan para pemegang izin usaha tambang.
“Nanti ada konsorsiumnya. Ada asosiasi tambang, transporter, Jasa Sarana dan mitra lain. Karena nilai investasinya cukup tinggi dan masalahnya, pemerintah tidak punya cukup uang untuk mengakselerasi,” jelasnya. (*)