RUJUKANMEDIA.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang dilayangkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bogor nomor urut dua, Bayu Syahjohan- Musyafaur Rahman terhadap Rudy Susmanto-Ade Ruhandi alias Jaro Ade.
Keputusan tersebut dibacakan dalam sidang pengucapan putusan sela atau dismissal untuk perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah atau sengketa Pilkada 2024, Selasa 4 Februari 2025.
Baca Juga : Rudy-Ade Menang, KPU Persilahkan Bayu-Musya Gugat Hasil Pilkada Kabupaten Bogor
Hakim Ketua Suhartoyo menyebut bahwa gugatan yang dilayangkan terhadap pasangan Rudy Susmanto-Ade Ruhandi alias Jaro Ade tak memiliki kedudukan hukum sebagaimana yang ada dalam Pasal 158 ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang ambang batas sebagai syarat formil.
“Dengan demikian, eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait yang pada pokoknya menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 ayat (2) UU 10 tahun 2016. Sehingga tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan oleh Mahkamah,” kata Suhartoyo.
Baca Juga : Kuasa Hukum Rudy-Jaro Berkeyakinan Permohonan Sengketa Pilkada Ditolak MK
Selain itu, lanjutnya, putusan tersebut juga dikarenakan sudah adanya penarikan gugatan yang dilakukan oleh calon Bupati Bogor nomor urut dua, Bayar Syahjohan.
“Fakta hukum adanya penarikan permohonan (gugatan) yang dilakukan oleh calon Bupati atas nama Bayu Syahjohan dan telah di konfirmasi dalam persidangan,” jelas Suhartoyo.
Baca Juga : Rudy Susmanto Sebut Orang Tuanya Sosok Prajurit Berjiwa Patriot Saat Dimakamkan Secara Militer
Maka, menurut Mahkamah penarikan permohonan a quo telah memenuhi ketentuan Pasal 22 PMK 3/2024. Sehingga, secara formal permohonan a quo yang diajukan oleh calon Wakil Bupati Bogor nomor urut dua, Musyafaur Rahman, bukan lagi diajukan oleh pasangan.
“Hal demikian menjadikan pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pemohon dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 4 UU 8/2015, Pasal 157 ayat (4) UU 10/2016, serta Pasal 3 ayat (1) huruf a dan Pasal 4 ayat (1) huruf b PMK 3/2024,” kata dia.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Amar putusan mengadili, menolak eksepsi termohon dan eksepsi terkait,” pungkas Suhartoyo. (*)